BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam membuat makanan kita harus menentukan bahan apa saja yang yang harus kita persiapkan. Mulai dari bahan pokok maupun bahan makanan pendamping. Setelah itu kita juga harus mengidentifikasi bahan, pemilihan bahan, jenis-jenis bahan, dan cara pemilihannya agar makanan kita tersebut benar-benar menjadi makanan yang berkualitas tinggi.
Maka dari itu dalam makalah ini penulis merasa tertarik untuk mengangkat tema tersebut diatas kedalam sebuah karya tulis yang berjudul “Pengetahuan Bahan Makanan”
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan kita bahas dalam makalah ini adalah :
A. Pengertian Bahan Makanan yang digunakan ?
B. Bagaimana Identifikasi Bahan Makanan yang digunakan?
C. Bagaimana Pemilihan Bahan yang digunakan ?
D. Apa saja Jenis-Jenis Bahan yang digunakan ?
E. Bagaimana Cara Memilih Bahan yang digunakan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bahan Makanan
Makanan adalah bahan, biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dana nutrisi. Cairan dipakai untuk maksud ini sering disebut minuman, tetapi kata 'makanan' juga bisa dipakai. Istilah ini kadang-kadang dipakai dengan kiasan, seperti "makanan untuk pemikiran".
Bahan makanan adalah apa yang kita beli, kita masak dan yang kita susun menjadi hidangan. Contohnya: beras, jagung, sayur, daging dan telur. Sedangkan yang dimaksud dengan Zat makanan adalah satuan yang menyusun bahan makanan tersebut. Contoh-contoh Zat makanan menurut ilmu gizi yang kita kenal adalah Karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air.
Dalam susunan hidangan di masyarakat berbagai jenis bahan makanan dapat dikelompokan dalam :
1. Bahan makanan pokok;
2. Bahan makanan lauk pauk;
3. Bahan makanan sayuran;
4. Bahan makanan buah-buahan.
B. Identifikasi Bahan Makanan
Bahan makanan adalah hal sangat penting bagi kehidupan manusia seperti karohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Disamping itu ada zat yang ditambahkan baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja yang akan mempengaruhi kualitas makanan itu sendiri.
Masalah keracunan mekanan tampaknya sudah langganan di Indonesia. Hampir setiap tahun kasus keracunan selalu ada dan angka kejadiannyapun cukup tinggi. Dari seluruh kasus keracunan yang ada, semua bersumber pada pengolahan makanan yang tidak higienis.
Penambahan tersebut bisa berbahaya bagi kesehatan manusia baik secara sengaja maupun tidak sengaja yaitu apabila bahan makanan ditambah zat aditif yang bersifat sintetis. Dalam proses produksi sering terjadi kelalaian bahkan kesengajaan menggunakan bahan kimia sebagai zat tambahan dalam makanan seperti zat pewarna, zat pengawet, dan sebagainya. Faktanya produksi pangan olahan untuktujuan komersial penggunaan bahan tumbuhan kimia sebagai bahan pengawet tidak mungkin dihindari , terutama industri rumah tangga.
Dalam membuat gulai ini, bahan yang dibutuhkan adalah daging selaku bahan pokok kita harus mengidentifikasinya apakah bahan daging kambing tersebut apakah daging masih layak konsumsi, apakah tidak mengandung virus antraks atau tidak, dan usia daging yang tidak terlalu tua agar empuk saat dimakan dan melihat apakah daging mengalami proses kimiawi dan pengawetan dengan menggunakan zat-zat yang berbahaya atau tidak. Selanjutnya kita juga menyiapkan bahan-bahan lain apa saja yang dibutuhkan dalam pembuatan gulai daging kambing ini sebagai bahan pendamping makanan.
C. Pemilihan Bahan
Setiap jenis daging memiliki sifat dan tekstur yang berbeda-beda. Sebab itu, sudah seharusnya kita berhati-hati dan berusaha memilih daging yang baik. Misalnya, daging sapi dan daging kerbau : dari warna dan tekstur dagingnya, daging sapi berwarna merah segar dan seratnya halus, lemaknya berwarna agak kuning, dan dagingnya kenyal, elastis, tapi tidak kaku. Sedangkan daging kerbau, dagingnya berwarna merah tua, seratnya lebih kasar daripada daging sapi. Lemak daging kerbau berwarna kuning juga keras.
Daging kambing jelas berbeda dengan daging sapi dan kerbau. Dari baunya yang keras saja kita sudah dapat mengetahuinya, apalagi dari dagingnya yang berwarna merah muda dengan serat yang halus dan lemak yang kenyal, serta berwarna putih kekuningan. Jadi, kalau lemaknya rapuh, itu tandanya daging tersebut sudah lama diawetkan atau di- es.
Beberapa hal yang mudah diingat, juga harus diingat apabila mau membeli daging yang baik :
1. Daging mempunyai warna yang segar, tidak pucat atau (terkadang ada pula) yang tampak agak mengkilat
2. Keadaan dagingnya masih kenyal, tidak kaku. Apabila dipegang, tidak lekat di tangan dan masih terasa agak basah-basah
3. Sebaiknya tidak mengambil daging yang berwarna ungu kebiru-biruan, apalagi kehitam-hitaman. Daging yang berwarna seperti itu merupakan daging yang sudah disimpan atau dibekukan terlalu lama
4. Walaupun warna dagingnya masih merah, tetapi kalau dipegang terasa berlendir itu tandanya daging sudah busuk
5. Aroma daging yang masih baik : tidak berbau basi, tidak berbau asam, apalagi berbau busuk
D. Jenis-Jenis Bahan
Dalam pembuatan makanan kita harus melihat jenis-jenis bahan apa saja yang harus disiapkan. Dalam membuat gulai ini jenis-jenis bahan yang disiapkan antara lain :
Bahan:
• 2 kg daging kambing has dalam, potong dadu 4 x 2 x 2 cm
• 1.500 ml santan dari 2 butir kelapa
• 150 g kentang, potong dadu
• 100 g wortel, potong dadu
• 1 sendok sayur minyak goreng
Bumbu:
• 3 lembar daun jeruk
• 4 buah kapulaga
• 3 cm kayu manis
• 4 buah cengkih
• 2 batang serai, memarkan
• 1 sdm air asam jawa
• 1 sdm bawang merah goreng
E. Cara Memilih Bahan
Tiap-tiap jenis daging mempunyai sifat yang berbeda-beda. Oleh karena itu harus berhati-hati dengan memilihnya.
Secara umum perhatikan hal-hal berikut :
• Daging mempunyai penampakan yang mengkilat, berwarna cerah dan tidak pucat.
• Tidak berbau asam atau bau busuk.
• Keadaan daging masih elastis dan tidak kaku.
• Jika dipegang, daging tidak terasa lekat padatangan dan masih terasa kebasahannya.
• Daging yang berwarna keunguan atau kehitaman menunjukkan daging sudah dibekukan atau di simpan beberapa lama.
• Daging yang masih berwarna merah tetapi cenderung berlendir, menunjukkan daging yang busuk.
Dalam daging kambing ini ada beberapa kriteria khusus yaitu daging kambing mempunyai serat yang halus dan lembut dan warna dagingnya merah muda. Lemak daging kambing keras dan kenyal serta berwarna putih kekuningan. Lemak yang rapuh menunjukkan daging yang sudah terlalu lama dibekukan. Selain itu daging kambing mempunyai bau yang keras jika dibandingkan daging sapi.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam memasak kita harus mengetahui beberapa pengetahuan tentang memasak. Pengetahuan bahan itu meliputi identifikasi makanan, Pemilihan bahan makanan, jenis-jenis bahan dan juga cara memilih bahan yang benar agar masakan yang kita buat dapat menjadi masakan yang berkualitas tinggi baik dari segi gizi, protein, karbohidrat maupun kalorinya.
Contoh dari pengetahuan makanan ini terutama pemilihan bahan daging adalah :
• Daging mempunyai penampakan yang mengkilat, berwarna cerah dan tidak pucat.
• Tidak berbau asam atau bau busuk.
• Keadaan daging masih elastis dan tidak kaku.
• Jika dipegang, daging tidak terasa lekat padatangan dan masih terasa kebasahannya.
• Daging yang berwarna keunguan atau kehitaman menunjukkan daging sudah dibekukan atau di simpan beberapa lama.
• Daging yang masih berwarna merah tetapi cenderung berlendir, menunjukkan daging yang busuk.
B. Saran
Kita selaku koki harus mengetahui pengetahuan tentang pemilihan dan pengelolaan bahan makanan yang benar supaya makanan yang kita buat menjadi makanan yang istimewa dan bermutu tinggi.
Monday, 19 December 2011
DADI JENENGE SURABAYA
Retune iwak jenenge Sura. Kabeh bangsa iwak padha seneng marang retune jalaran pancen bisa ngemong lan dadi contoh ing wargane. Bangsa iwak kabeh dikandhani anggone urip, supaya ora gampang kena pancing, jalaran ing segara kono akeh wong mincing. Sing ora nurut ya pancen kena pancing tenan lan dadi patine. Nanging yen manut, ora bakal kena pancing. Ora kurang-kurang anggone ngandani marang bangsa iwak, nangin nyata Sura nampa lapuran yen ana sawetara iwak kena pancing. Sura pancen wis makaping-kaping ngandhani yen golek pangan aja gampang kena pengaruh pancing, yen padha ora nggugu yea kuwi padha ngertiya iwak sing kena pancing mesthi mati.
Ing segara kono pancen dadi obye,k mancing, narrging bareng kabeh nindakake peprentahe ratune, kabeh iwakslamet ora ana sing kena pancing, lan ora ana maneh wong mancing ing kono. Mula kabeh bangsa iwak serreng atine, saiki wis bebas pancing. Nanging anehe, saking senenge anggone padha golek pangan nganti tekan sungapane kali bengawan. Iwak-iwak rerombongan golek pangan mrono, ora ngetung bebaya, jalaran ing sungapane bengawan kono omahe warga baya. Weruh rombongan iwak, banjur dielikake, aja padha golek pangan ing kono. Iwak ora nggubris, mula baya nesu, kabeh iwak dipangan ngono wae, sadela wae wis kamplung mlebu wetenge baya. Ewadene ana iwak siji kang slamet banjur mlayu-mulih lapuran marang ratune yaiku sura. sura dilapuri sing maune ora nesu wong kuwi pancen dadi wenange baya, lan iwak sing wis mati padha ora manut aturane, mula ya wis ben mati mung sing durung aja nganti tekan wewengkone baya.
Seje dina Sura mikir, lha yen ana lelakon kaya ngono, mangka Sura iku pimpinane apa ora mbelani? Yen mung ngono anggone dadi ratu ora kajen, lan ora duwe kawibawan. Suwe-suwe malah disepelake bangsa iwak. Mula sawise pamikire jumbuh lan gumathok, Sura arep males ukum marang baya ing sungapane bengawan. lakune diuntapake warga iwak, nanging iwak ora kena maju lan cedhak, malah supaya padha nonton tarunge karo baya. Sing entuk prentah manut mapan rada adoh, ndeleng kaya ngapa tarunge mengko. Lakune meh tekan sungpane bengawan,lingak-linguk nggoleki baya ora ana katon. Bareng weruh klebate anak baya, diundang lan dikandhani yen ing sungapan ana tamu sura ratune iwak. supaya dikandhakake baya. Anak- anak baya banjur lunga kandha rnarang wong tuwane, yen ana tamu arep ketemu. Krungu palapuran mau baya banjur mangkat nemoni Ratu lwak. sawise ketemu padha rembugan apik-apikan, suwe-suwe dadi rada kasar lan wusanane dadi congkrahan kang pungkasani dadi gelut, perang tandhing ora ana sing wani ngroyok.
Ing sungapane kali kono ana ombak gedhe dadakan, jalaran angone padha tandhing tiyasa padha saktine, ora ana sing menang lan ora ana sing kalah anggone perang nganti pirang-pirang dina ora ana sing gelem kalah. Bangsa baya was-was atine, aja-aja baya kalah. Semono uga warga iwak aja-aja mengko ratune kalah. saengga kabeh mung mlongo ora ana sing wani ngroyok dadine mung meneng karo ngulatake perange.
Sadina, rong dina, seminggu, sesasi, durung rampung. Perange sejak ana aturan, jalaran ana wanci ngaso kanggo mangan sawetara, banjur maju maneh. Menawa wengi anggone perang uga leren. Mangkono sateruse, Iwak rumangsa labuh pati marang kulawargane, denebaya semono uga belani wargane lan wewengkone dijarah rayah pangane. Mula anggone memungsuhan padha dene ngeyele, lan ora ana sing wani misah. Kabeh padha ngatonake kasektene dhewe-dhewe, suwe-suwe iwak lan baya mati sampuyuh. Kanggo mengeti: perange sura ratu iwak lan baya, papan mau dijenengake SURABAYA.
Ing segara kono pancen dadi obye,k mancing, narrging bareng kabeh nindakake peprentahe ratune, kabeh iwakslamet ora ana sing kena pancing, lan ora ana maneh wong mancing ing kono. Mula kabeh bangsa iwak serreng atine, saiki wis bebas pancing. Nanging anehe, saking senenge anggone padha golek pangan nganti tekan sungapane kali bengawan. Iwak-iwak rerombongan golek pangan mrono, ora ngetung bebaya, jalaran ing sungapane bengawan kono omahe warga baya. Weruh rombongan iwak, banjur dielikake, aja padha golek pangan ing kono. Iwak ora nggubris, mula baya nesu, kabeh iwak dipangan ngono wae, sadela wae wis kamplung mlebu wetenge baya. Ewadene ana iwak siji kang slamet banjur mlayu-mulih lapuran marang ratune yaiku sura. sura dilapuri sing maune ora nesu wong kuwi pancen dadi wenange baya, lan iwak sing wis mati padha ora manut aturane, mula ya wis ben mati mung sing durung aja nganti tekan wewengkone baya.
Seje dina Sura mikir, lha yen ana lelakon kaya ngono, mangka Sura iku pimpinane apa ora mbelani? Yen mung ngono anggone dadi ratu ora kajen, lan ora duwe kawibawan. Suwe-suwe malah disepelake bangsa iwak. Mula sawise pamikire jumbuh lan gumathok, Sura arep males ukum marang baya ing sungapane bengawan. lakune diuntapake warga iwak, nanging iwak ora kena maju lan cedhak, malah supaya padha nonton tarunge karo baya. Sing entuk prentah manut mapan rada adoh, ndeleng kaya ngapa tarunge mengko. Lakune meh tekan sungpane bengawan,lingak-linguk nggoleki baya ora ana katon. Bareng weruh klebate anak baya, diundang lan dikandhani yen ing sungapan ana tamu sura ratune iwak. supaya dikandhakake baya. Anak- anak baya banjur lunga kandha rnarang wong tuwane, yen ana tamu arep ketemu. Krungu palapuran mau baya banjur mangkat nemoni Ratu lwak. sawise ketemu padha rembugan apik-apikan, suwe-suwe dadi rada kasar lan wusanane dadi congkrahan kang pungkasani dadi gelut, perang tandhing ora ana sing wani ngroyok.
Ing sungapane kali kono ana ombak gedhe dadakan, jalaran angone padha tandhing tiyasa padha saktine, ora ana sing menang lan ora ana sing kalah anggone perang nganti pirang-pirang dina ora ana sing gelem kalah. Bangsa baya was-was atine, aja-aja baya kalah. Semono uga warga iwak aja-aja mengko ratune kalah. saengga kabeh mung mlongo ora ana sing wani ngroyok dadine mung meneng karo ngulatake perange.
Sadina, rong dina, seminggu, sesasi, durung rampung. Perange sejak ana aturan, jalaran ana wanci ngaso kanggo mangan sawetara, banjur maju maneh. Menawa wengi anggone perang uga leren. Mangkono sateruse, Iwak rumangsa labuh pati marang kulawargane, denebaya semono uga belani wargane lan wewengkone dijarah rayah pangane. Mula anggone memungsuhan padha dene ngeyele, lan ora ana sing wani misah. Kabeh padha ngatonake kasektene dhewe-dhewe, suwe-suwe iwak lan baya mati sampuyuh. Kanggo mengeti: perange sura ratu iwak lan baya, papan mau dijenengake SURABAYA.
Saturday, 12 November 2011
MANTU (Upacara Sadurunge, Tempuking Gawe, lan Sauwise)
Tembung mantu, manten, panganten, sri pangantyan, iku kerep keprungu. Nanging apa ta tegese? Kabeh mau padha apa ana bedane? Kaperluan utawa duwe gawe diarani mantu, jalaran nikahake (mala kramakake, ndhaupake, miwaha, njodhokake, ngijabake) anak kang mujudake kuwajibane wong tuwa (darmaning asepuh) sing wis suwe diantu-antu, diarep-arep, direrancang, digegadhang, digantha-gantha. Ngono mau yen olehe mantu ora dadakan utawa kesusu merga “tabrakan”. Merga wis dirancang setaun utawa setengah taunan sadurunge, mula gethakaning dina lan tanggal sarta jam pisan wis dieling-eling, satemah diantu-antu tekane. Wonge sing duwe gawe iku dadi mantu (wong mantu). Ningkah mujudake lelakon kang sakral lan suci ing sajroning bebrayan sawijining wong. Mula saka iku kalakone ana sawetara tataran. Tataran-tataran sajroning upacara ningkah ana telung warna. Sepisan upacara sadurunge mantu, kapindho upacara tempuking gawe, lank aping telu upacara sauwise tempuking gawe.
A. Upacara Sadurunge Mantu
Lumrahe saiki upacara sing tumindak ing masyarakat mung nalika tempuking gawe, iku wae ora komplit. Mangka miturut tata cara kuna, upacara ing sadurunge mantu iku uga ana, malah akeh, kayata:
1. Nyalari
Carane wong tuwane bocah lanang kongkonan marang wong sing pinitaya sing uga wis tepung karo wong tuwane prawan sing arep disalari. Mula tugas nyalari mau uga kasebut dom sumuruping banyu (laku samar).
2. Nontoni
Menawa nyalari mau ditampa becik ateges si prawan isih sela lan wong tuwane sarujuk, wong tuwane bocah lanang banjur medhayoh menyang omahe si prawan, saperlu weruh kaya apa lan sepira ta bocah kuwi. Yen bocahe lanang bisa diajak bisa uga ora diajak. Nalika sing tuwa padha jagongan, si prawan didhawuhi ngladekake suguhan, ing kono tamu maspadakake (nontoni) bocah iku kanggo tetimbangan jodho apa ora. Yen perlu diajak omong-omong.
3. Nglamar
Yen asile nontoni ketemu becik, wong tuwane bocah lanang dhewe utawa kongkonan utusan wong loro utawa telu medhayoh ing omahe wong tuwane bocah wadon mau saperlu resmi nglamar. Tembunge ‘ngebun-ebun enjang anjejawah sonten’ (wangsalane: bun esuk= awun–awun; udan sore = rarabi batangane = nyuwun rabi). Anggone waleh tamu mau cablaka: “ Yen wonten keparengipun Bapak-Ibu X, putra-putri panjenengan ingkang sesulih gendhuk Y badhe kula suwun, kula jodhokaken kaliyan anak kula jaler pun Z.” Wangsulane wong tuwane bocah wadon: “ Matur nuwun, dene panjenengan ngayunaken anak kula estri. Sanes dinten mangke badhe wonten utusan sowan mrika atur wangsulan.”
4. Wangsulan
Wong tuwane bocah wadon kirim utusan medhayoh menyang wong tuwane jejaka sing nglamar mau, aweh wangsulan panglamare ditampa apa ora. Nalika nglamar tamune nggawa oleh-oleh saka ketan (lemper, wajik, jadah lan rengginan) kanthi pangajab sesambungan dadi raket ora buyar. Yen utusan sing aweh wangsulan iki oleh-olehe uga saka ketan, iku pralambang wangsulane ditampa.
5. Pasok Tukon lan Pepacangan
Sarehne lamaran wis ditampa, upacara candhake ana rombongan utusane wong tuwane bocah lanang medhayoh pasok tukon, awujud dhuwit (lumrahe yen akeh disebutake, yen mung sethithik ora dikandhakake, utawa manut dhawuhe sing utusan), sandhangan sapengadeg kanggo si prawan, lan oleh-oleh. Ing kalodhangan iki si Y dipacangake karo si Z, mula ing jaman saiki lumrah sinartan upacara liron kalpika (tukar cincin).
6. Pasrah calon Manten/ Nyantri
Nyantri mujudake tradhisi kang ditindakake dening calon manten kakung. Manut tradhisi sadurunge upacara ijab ditindakake, calon manten lanang kudu dipasrahake marang wong tuwane calon manten wadon. Sawise ditampa banjur dititipake ing omahe salah sawijining sedulur utawa tanggane calon manten wadon supaya bisa nindakake upacara sabanjure.
7. Pasang Tarub
Ing omahe CPW, kira-kira 3 dina ngarepake tempuking gawe, dipasangi tratag lan tarub. Wujude tarub yen biyen kudu nganggo bleketepe yaiku suwir-suwiran janur kuning, ing kiwa tengening korining tarub dipasangi tundhunan pisang raja, tebu wulung, gegodhongan mancawarna, lan godhong apa-apa, lan ora lali cengkir gadhing lan godhonng waringin. Kabeh mau bisa diwaca dadi ukara bilih blakane nyuwun sumawuring nur Illahi kanthi pangajab penganten bisa kaya dene raja lan prameswarining nata kang nduweni antebing kalbu lan kencenging piker, anane rubeda mancawarna tetep ora kurang sawiji apa, dene sing padha jagong sing keri (durung mantu utawa during dadi manten) padha kepengin.
8. Siraman
Ing tarub iku ana perangan sing disedhiyakake kanggo papan siraman CPW. Siraman lumrahe katindakake wayah sore bakda kendhuri tarub. Dene siraman kanggo CPL uga bareng wektune, nanging papane pisah, yaiku ing pondhokane CPL. Sadurunge upacara siraman, calon manten sungkem marang bapa biyunge.
B. Upacara Tempuking Gawe
1. Sajen warna-warna
Sanajan saiki wis akeh sing ora nindakake, amarga ora laras karo piwulang agama lan nalar ilmiah, perlu kawuningan bilih miturut cara kuna, wong Jawa sing duwe gawe mantu wajib gawe sajen utawa pasang sesaji warna-warna. Sing baku bakda pasang tarub, ing ndhuwur tarub disajeni pisang raja setangkep (pisang sanggan tarub), iki kena dilorot bareng karo pambungkare tarub. Gunane sejatine kanggo buwahe sing mbubrah tarub. Dene sesajen sing akeh dhewe: brekatan lan ambengan kendhuri tarub, ndongakake siraman manten supayane mantene sesuk rancag, slamet, lan ora kurang sawiji apa. Sajen tumpeng robyong uga dipasang ing pedharingan (senthong tengah), sajen kanggo kembar mayang, sajen tumpeng mancawarna cilik-cilik kanggo buwangan mubeng desa (dalan mlebu desa, kreteg, buk, prapatan, pratelon, lsp.) werdine iku publikasi menawa duwe gawe mantu. Mula saiki ana sing duwe panemu, lha wong wis nyebar ulem, rak publikasi sajen buwangan kuwi ora perlu, awit mboborosi. Yen pancen mantep ngono, sumangga.
2. Nebus Kembar Mayang
Kembar mayang utawa Kalpataru sepasang kang aran Dewadaru lan Janadaru minangka srana (sajen tuwuhan) kanggo dhauping panganten. Saiki sing gawe lumrahe Pak Kaum (utawa sapa sing didhawuhi Pak Kaum). Sawise kembar mayang dadi ana upacara nebus kembar mayang. Dene reracikaning upacara mangkene: Sing duwe gawe mintasraya marang piyayi sepuh sing ing upacara iki dijenengi Ki Wasitajati, supaya ngupaya sekar mancawarna (kembar mayang) minangka srana dhauping putra. Ki Wasitajati nuli mangkat. Tekan nggone sing gawe kembar mayang (ya ing papan saomah kono wae) sing ing upacara iki aran Ki Kumarajati, Ki wasitajati takon ngendi ana kembang mancawarna kanggo srana dhauping penganten? Ki Kumarajati mangsuli yen dheweke duwe, nanging kudu nganggo tebusan. Sawise utusan ngulungake tebusane, kembar mayang diulungake lan kaboyong dening pandhereke Ki Wasitajati (yen Ngayogya ibu-ibu sepuh, yen ing Sala putrid-putri enom) dipapanake ing ngarep pedharingan (senthong tengah). Jaman saiki kembar mayang nuli dipasang ing pedharingan dening sing gawe dhewe (tanpa ana upacara nebus).
3. Midadareni
Bengi ngarepake tempuking gawe (malem ijab) nganti tengah wengi diarani malem midadareni utawa widadaren, awit dipercaya minangka wektu temuruning widadari. Tegese (a) manten wadon dicicil dipaesi (dikerik, dilulur, rambut diratus, lsp.) supaya dadi ayu kaya widadari tumurun lan (b) ana widadari tumurun tenan (juru paese) kang ndadani manten (nganti sesuke ayu mangling kaya widadari tenan). Upacara iki dipirid saka crita Jaka Tarub, sing nalika maesi Nawangsih anake, ngundang widadari Nawangwulan bojone, supaya maesi anake wadon iku, dadi memper widadari. Wujude upacara midadareni para sepuh padha tirakatan lan juru paes nyicil maesi kaya kasebut ing ndhuwur. Kanggo cagak lek bisa dianani macapatan lan sarasehan. Dipungkasi tengah wengi ana upacara Majemukan, yaiku ngrencak sajen kanggo dhahar bengi tumrap sing padha tirakatan iku. Kuwi mau cara biyen. Dene saiki, midadareni ya mung ketemu sakulawarga, sore (jam wolunan) udakara sakjam banjur dhahar lan bubar, merga olehe maesi manten sesuk-esuk wae. Ateges kaya ora ana midadareni, mundhak marahi sayah lan ngantuk. Cathetan:“yen biyen, sadurunge midadareni iki, yen manten nglangkahi kakang utawa mbakyune, diarani upacara plangkahan. Yen saiki, sing baku tembunge (pratelane) bilih kakang utawa mbakyu mau nglilani kanthi ekhlas adhine ndhisiki dadi manten.
4. Ijab utawa Akad Nikah,
Sejatine Ijab iki sing paling pokok, awit ya upacara iki sing ngabsahake jejodhoan miturut ukum agama lan negara saengga lanang wadon duwe layang nikah sah. Upacara bisa ditindakake ing KUA (Kantor Urusan Agama) uga bisa ditindakake ing ngomah, kang banjur disambung karo upacara adat sing baku dhewe, yaiku panggihing temanten.
5. Panggih (Temuning Penganten)
Sing baku manten lanang teka ing ngarep tarub, manten wadon methukake. Kembar mayang sing diboyong saka njero (ngetutake manten wadon) disamplukake manten lanang, banjur dibuwang ing prapatan utawa pratelon sing cedhak. Banjur ana rerangkening upacara panggih yaiku:
a. Balang-balangan gantal / sadak
Suruh isi gambir lan injet dilinting ditaleni benang lawe putih kanggo baling-balangan manten lanang lan wadon. Cacahe gantal ana 7, sing 4 dicekel sing wadon (gondhang kasih), sing lanang kebagean 3 (gondhang tutur), banjur kanggo balang-balangan mbaka siji. Werdine: baling-balang katresnan. Suruh lumah lan kurepe beda, nanging rasane padha, dadi lanang lan wadon iku beda nanging padha tresnane.
b. Mecah Antiga
Antiga utawa endhog pitik kampung sing isih mentah, dening ibu juru paes disenggolake bathuke manten lanang lan manten wadon, banjur dibanting nganti pecah. Werdine: pecahing wiji priya lan wanita kang bakal mbabarake turun.
c. Mijiki Sikil
Manten wadon mijiki manten lanang nganggo banyu setaman sing diwadhahi bokor utawa pengaron cilik. Werdine: wong wadon setya bekti marang sing lanang.
d. Kanthen Asta
Yen ana wong loro napak pasangan (rakitan sapi utawa kebo) banjur lagi kanthen asta(gandhengan) nganggo jenthik tangan kiwa (lanang) lan jenthik tangan tengenn resmi dadi pasangane lan banjur bebarengan nyanggemi kewajiban
e. Tampa Kaya (Kacar-kucur)
Tekan dhamparing panganten, manten lanang ngesok kaya ing kacu gedhe neng pangkone manten wadon. Werdine; wong lanang wajib aweh kaskaya (rejeki) marang sing wadon kanggo kabutuhane bale wisma.
f. Dhahar Walimahan
Sing lanang ngepel sega isi lawuh telung kepelan, mbaka siji diwenehake sing wadon ditampani ing piring, banjur dipangan (telu pisan sethithik-sethithik) disawang sing lanang. Werdine: ngecakake kaskaya kanggo karaharjaning kulawarga.
g. Sungkeman
Manten lanang lan wadon urut-urutan sungkem marang bapa biyunge lan maratuwane. Werdine: wajib bekti marang wong tuwa lan mara tuwa.
C. Sauwise Tempuking Gawe
Yen saiki wong tuwane manten lanang arep ngundhuh sepasaran apa ora, kari manasuka, marga wigatining sedya mantu wis rampung. Nanging yen biyen bakda tempuking gawe (ijab lan panggih) iku isih ana upacara sawetara yaiku:
1. Sapasaran
Kanthi kenduri ing papane manten wadon. Sadurunge iku mbubrah tarub lan jenang sungsuman lan ora ana upacara, ya mung ditindakake ngono wae.
2. Ngundhuh Sepasaran lan Boyong Manten
Wong tuwane manten lanang isih nganakake pahargyan, upamane nganggo wayangan, kethoprak, lsp. (sajen-sajene uga pepak meh kaya mantu wadon). Ing kene ana upacara pasrah manten saka pihak wadon marang pihak lanang, isih nganggo oleh-oleh, rombongan utusan, boyongan manten, lsp.
3. Selapanan
Dianani slametan utawa kendhuri ing papane wong tuwane manten lanang utawa uga ing papane besan (sanajan mantene wis diboyong adoh).
A. Upacara Sadurunge Mantu
Lumrahe saiki upacara sing tumindak ing masyarakat mung nalika tempuking gawe, iku wae ora komplit. Mangka miturut tata cara kuna, upacara ing sadurunge mantu iku uga ana, malah akeh, kayata:
1. Nyalari
Carane wong tuwane bocah lanang kongkonan marang wong sing pinitaya sing uga wis tepung karo wong tuwane prawan sing arep disalari. Mula tugas nyalari mau uga kasebut dom sumuruping banyu (laku samar).
2. Nontoni
Menawa nyalari mau ditampa becik ateges si prawan isih sela lan wong tuwane sarujuk, wong tuwane bocah lanang banjur medhayoh menyang omahe si prawan, saperlu weruh kaya apa lan sepira ta bocah kuwi. Yen bocahe lanang bisa diajak bisa uga ora diajak. Nalika sing tuwa padha jagongan, si prawan didhawuhi ngladekake suguhan, ing kono tamu maspadakake (nontoni) bocah iku kanggo tetimbangan jodho apa ora. Yen perlu diajak omong-omong.
3. Nglamar
Yen asile nontoni ketemu becik, wong tuwane bocah lanang dhewe utawa kongkonan utusan wong loro utawa telu medhayoh ing omahe wong tuwane bocah wadon mau saperlu resmi nglamar. Tembunge ‘ngebun-ebun enjang anjejawah sonten’ (wangsalane: bun esuk= awun–awun; udan sore = rarabi batangane = nyuwun rabi). Anggone waleh tamu mau cablaka: “ Yen wonten keparengipun Bapak-Ibu X, putra-putri panjenengan ingkang sesulih gendhuk Y badhe kula suwun, kula jodhokaken kaliyan anak kula jaler pun Z.” Wangsulane wong tuwane bocah wadon: “ Matur nuwun, dene panjenengan ngayunaken anak kula estri. Sanes dinten mangke badhe wonten utusan sowan mrika atur wangsulan.”
4. Wangsulan
Wong tuwane bocah wadon kirim utusan medhayoh menyang wong tuwane jejaka sing nglamar mau, aweh wangsulan panglamare ditampa apa ora. Nalika nglamar tamune nggawa oleh-oleh saka ketan (lemper, wajik, jadah lan rengginan) kanthi pangajab sesambungan dadi raket ora buyar. Yen utusan sing aweh wangsulan iki oleh-olehe uga saka ketan, iku pralambang wangsulane ditampa.
5. Pasok Tukon lan Pepacangan
Sarehne lamaran wis ditampa, upacara candhake ana rombongan utusane wong tuwane bocah lanang medhayoh pasok tukon, awujud dhuwit (lumrahe yen akeh disebutake, yen mung sethithik ora dikandhakake, utawa manut dhawuhe sing utusan), sandhangan sapengadeg kanggo si prawan, lan oleh-oleh. Ing kalodhangan iki si Y dipacangake karo si Z, mula ing jaman saiki lumrah sinartan upacara liron kalpika (tukar cincin).
6. Pasrah calon Manten/ Nyantri
Nyantri mujudake tradhisi kang ditindakake dening calon manten kakung. Manut tradhisi sadurunge upacara ijab ditindakake, calon manten lanang kudu dipasrahake marang wong tuwane calon manten wadon. Sawise ditampa banjur dititipake ing omahe salah sawijining sedulur utawa tanggane calon manten wadon supaya bisa nindakake upacara sabanjure.
7. Pasang Tarub
Ing omahe CPW, kira-kira 3 dina ngarepake tempuking gawe, dipasangi tratag lan tarub. Wujude tarub yen biyen kudu nganggo bleketepe yaiku suwir-suwiran janur kuning, ing kiwa tengening korining tarub dipasangi tundhunan pisang raja, tebu wulung, gegodhongan mancawarna, lan godhong apa-apa, lan ora lali cengkir gadhing lan godhonng waringin. Kabeh mau bisa diwaca dadi ukara bilih blakane nyuwun sumawuring nur Illahi kanthi pangajab penganten bisa kaya dene raja lan prameswarining nata kang nduweni antebing kalbu lan kencenging piker, anane rubeda mancawarna tetep ora kurang sawiji apa, dene sing padha jagong sing keri (durung mantu utawa during dadi manten) padha kepengin.
8. Siraman
Ing tarub iku ana perangan sing disedhiyakake kanggo papan siraman CPW. Siraman lumrahe katindakake wayah sore bakda kendhuri tarub. Dene siraman kanggo CPL uga bareng wektune, nanging papane pisah, yaiku ing pondhokane CPL. Sadurunge upacara siraman, calon manten sungkem marang bapa biyunge.
B. Upacara Tempuking Gawe
1. Sajen warna-warna
Sanajan saiki wis akeh sing ora nindakake, amarga ora laras karo piwulang agama lan nalar ilmiah, perlu kawuningan bilih miturut cara kuna, wong Jawa sing duwe gawe mantu wajib gawe sajen utawa pasang sesaji warna-warna. Sing baku bakda pasang tarub, ing ndhuwur tarub disajeni pisang raja setangkep (pisang sanggan tarub), iki kena dilorot bareng karo pambungkare tarub. Gunane sejatine kanggo buwahe sing mbubrah tarub. Dene sesajen sing akeh dhewe: brekatan lan ambengan kendhuri tarub, ndongakake siraman manten supayane mantene sesuk rancag, slamet, lan ora kurang sawiji apa. Sajen tumpeng robyong uga dipasang ing pedharingan (senthong tengah), sajen kanggo kembar mayang, sajen tumpeng mancawarna cilik-cilik kanggo buwangan mubeng desa (dalan mlebu desa, kreteg, buk, prapatan, pratelon, lsp.) werdine iku publikasi menawa duwe gawe mantu. Mula saiki ana sing duwe panemu, lha wong wis nyebar ulem, rak publikasi sajen buwangan kuwi ora perlu, awit mboborosi. Yen pancen mantep ngono, sumangga.
2. Nebus Kembar Mayang
Kembar mayang utawa Kalpataru sepasang kang aran Dewadaru lan Janadaru minangka srana (sajen tuwuhan) kanggo dhauping panganten. Saiki sing gawe lumrahe Pak Kaum (utawa sapa sing didhawuhi Pak Kaum). Sawise kembar mayang dadi ana upacara nebus kembar mayang. Dene reracikaning upacara mangkene: Sing duwe gawe mintasraya marang piyayi sepuh sing ing upacara iki dijenengi Ki Wasitajati, supaya ngupaya sekar mancawarna (kembar mayang) minangka srana dhauping putra. Ki Wasitajati nuli mangkat. Tekan nggone sing gawe kembar mayang (ya ing papan saomah kono wae) sing ing upacara iki aran Ki Kumarajati, Ki wasitajati takon ngendi ana kembang mancawarna kanggo srana dhauping penganten? Ki Kumarajati mangsuli yen dheweke duwe, nanging kudu nganggo tebusan. Sawise utusan ngulungake tebusane, kembar mayang diulungake lan kaboyong dening pandhereke Ki Wasitajati (yen Ngayogya ibu-ibu sepuh, yen ing Sala putrid-putri enom) dipapanake ing ngarep pedharingan (senthong tengah). Jaman saiki kembar mayang nuli dipasang ing pedharingan dening sing gawe dhewe (tanpa ana upacara nebus).
3. Midadareni
Bengi ngarepake tempuking gawe (malem ijab) nganti tengah wengi diarani malem midadareni utawa widadaren, awit dipercaya minangka wektu temuruning widadari. Tegese (a) manten wadon dicicil dipaesi (dikerik, dilulur, rambut diratus, lsp.) supaya dadi ayu kaya widadari tumurun lan (b) ana widadari tumurun tenan (juru paese) kang ndadani manten (nganti sesuke ayu mangling kaya widadari tenan). Upacara iki dipirid saka crita Jaka Tarub, sing nalika maesi Nawangsih anake, ngundang widadari Nawangwulan bojone, supaya maesi anake wadon iku, dadi memper widadari. Wujude upacara midadareni para sepuh padha tirakatan lan juru paes nyicil maesi kaya kasebut ing ndhuwur. Kanggo cagak lek bisa dianani macapatan lan sarasehan. Dipungkasi tengah wengi ana upacara Majemukan, yaiku ngrencak sajen kanggo dhahar bengi tumrap sing padha tirakatan iku. Kuwi mau cara biyen. Dene saiki, midadareni ya mung ketemu sakulawarga, sore (jam wolunan) udakara sakjam banjur dhahar lan bubar, merga olehe maesi manten sesuk-esuk wae. Ateges kaya ora ana midadareni, mundhak marahi sayah lan ngantuk. Cathetan:“yen biyen, sadurunge midadareni iki, yen manten nglangkahi kakang utawa mbakyune, diarani upacara plangkahan. Yen saiki, sing baku tembunge (pratelane) bilih kakang utawa mbakyu mau nglilani kanthi ekhlas adhine ndhisiki dadi manten.
4. Ijab utawa Akad Nikah,
Sejatine Ijab iki sing paling pokok, awit ya upacara iki sing ngabsahake jejodhoan miturut ukum agama lan negara saengga lanang wadon duwe layang nikah sah. Upacara bisa ditindakake ing KUA (Kantor Urusan Agama) uga bisa ditindakake ing ngomah, kang banjur disambung karo upacara adat sing baku dhewe, yaiku panggihing temanten.
5. Panggih (Temuning Penganten)
Sing baku manten lanang teka ing ngarep tarub, manten wadon methukake. Kembar mayang sing diboyong saka njero (ngetutake manten wadon) disamplukake manten lanang, banjur dibuwang ing prapatan utawa pratelon sing cedhak. Banjur ana rerangkening upacara panggih yaiku:
a. Balang-balangan gantal / sadak
Suruh isi gambir lan injet dilinting ditaleni benang lawe putih kanggo baling-balangan manten lanang lan wadon. Cacahe gantal ana 7, sing 4 dicekel sing wadon (gondhang kasih), sing lanang kebagean 3 (gondhang tutur), banjur kanggo balang-balangan mbaka siji. Werdine: baling-balang katresnan. Suruh lumah lan kurepe beda, nanging rasane padha, dadi lanang lan wadon iku beda nanging padha tresnane.
b. Mecah Antiga
Antiga utawa endhog pitik kampung sing isih mentah, dening ibu juru paes disenggolake bathuke manten lanang lan manten wadon, banjur dibanting nganti pecah. Werdine: pecahing wiji priya lan wanita kang bakal mbabarake turun.
c. Mijiki Sikil
Manten wadon mijiki manten lanang nganggo banyu setaman sing diwadhahi bokor utawa pengaron cilik. Werdine: wong wadon setya bekti marang sing lanang.
d. Kanthen Asta
Yen ana wong loro napak pasangan (rakitan sapi utawa kebo) banjur lagi kanthen asta(gandhengan) nganggo jenthik tangan kiwa (lanang) lan jenthik tangan tengenn resmi dadi pasangane lan banjur bebarengan nyanggemi kewajiban
e. Tampa Kaya (Kacar-kucur)
Tekan dhamparing panganten, manten lanang ngesok kaya ing kacu gedhe neng pangkone manten wadon. Werdine; wong lanang wajib aweh kaskaya (rejeki) marang sing wadon kanggo kabutuhane bale wisma.
f. Dhahar Walimahan
Sing lanang ngepel sega isi lawuh telung kepelan, mbaka siji diwenehake sing wadon ditampani ing piring, banjur dipangan (telu pisan sethithik-sethithik) disawang sing lanang. Werdine: ngecakake kaskaya kanggo karaharjaning kulawarga.
g. Sungkeman
Manten lanang lan wadon urut-urutan sungkem marang bapa biyunge lan maratuwane. Werdine: wajib bekti marang wong tuwa lan mara tuwa.
C. Sauwise Tempuking Gawe
Yen saiki wong tuwane manten lanang arep ngundhuh sepasaran apa ora, kari manasuka, marga wigatining sedya mantu wis rampung. Nanging yen biyen bakda tempuking gawe (ijab lan panggih) iku isih ana upacara sawetara yaiku:
1. Sapasaran
Kanthi kenduri ing papane manten wadon. Sadurunge iku mbubrah tarub lan jenang sungsuman lan ora ana upacara, ya mung ditindakake ngono wae.
2. Ngundhuh Sepasaran lan Boyong Manten
Wong tuwane manten lanang isih nganakake pahargyan, upamane nganggo wayangan, kethoprak, lsp. (sajen-sajene uga pepak meh kaya mantu wadon). Ing kene ana upacara pasrah manten saka pihak wadon marang pihak lanang, isih nganggo oleh-oleh, rombongan utusan, boyongan manten, lsp.
3. Selapanan
Dianani slametan utawa kendhuri ing papane wong tuwane manten lanang utawa uga ing papane besan (sanajan mantene wis diboyong adoh).
Thursday, 10 November 2011
Ghuroba
Pembahasan tentang Al-Ghuraba dapat dijabarkan dari beberapa sisi :
Pertama
Hadts-hadits yang menerangkan keterasingan Islam.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda.
"Artinya : Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba)" [Diriwayatkan oleh Muslim 2/175-176 -An-Nawawiy]
Pada hari kita memerlukan ghuraba, orang-orang asing yang ingin memperbaiki masyarakat di sekitarnya ketika orang lain datang dan mengatakan bahwa korupsi sekarang merupakan kebudayaan masyarakat . Kita memerlukan orang-orang tabah untuk hidup tanpa melakukan korupsi sama sekali . Para ahli fikih menyebut dengan satu istilah yang bagus sekali. "Dia suci dalam dirinya dan juga berusaha menyucikan orang lain."
Pribadinya bersih dan dia berusaha membersihkan orang lain . Tingkah lakunya indah dan ia berusaha mengindahkan tingkah laku orang lain. Ditengah-tengah orang yang sudah menganggap moralitas yang rusak sebagai ciri modern, orang yang mempertahankan moralitasnya merupakan orang yang dianggap aneh . Ditengah-tengah kebiasaan melanggar norma yang berlaku, orang yang kelihatan bertahan kepada norma dengan seluruh keyakinannya akan dianggap aneh. Orang-orang yang berlomba-lomba menumpuk kekayaan sementara ia mempertahankan kesederhanaannya karena ingin memelihara kebersihan dirinya, maka sering ia dianggap aneh oleh orang disekitarnya. Tetapi marilah kita ingatkan kembali :
"Berbahagia benar orang-orang yang aneh seperti itu."
Kedua, Rasulullah saw bersabda:
"Mereka mengisi apa yang hilang; mereka melengkapi apa yang ganjil; mereka memenuhi apa yang kosong."
Didalam masyarakat, kita sering mencari orang yang kuat keyakinannya. Kadang-kadang kita meraba-raba siapa yang patut dijadikan contoh dalam kehidupan ini. Ghuraba biasanya tampil sebagai manusia model, manusia yang bisa dicontoh karena kebersihan dan kesucian pribadinya ditengah-tengah berkecamuknya kemunafikan, ditengah-tengah usaha untuk menjilat keatas dan memeras kebawah. Kalau kita melihat ada orang yang berjalan diatas rel yang benar dan tetap menyampaikan apa yang benar itu benar, dan apa yang salah itu salah, tanpa memperdulikan resiko yang dihadapinya rasanya ada semacam kekuatan ditengah-tengah keausan bimbingan dalam diri kita. Masih ada bintang ditengah-tengah gelapnya malam. Orang itu biasanya mengisi apa yang hilang ditengah-tengah masyarakat. Ketika orang kehilangan identitas, mereka menunjukkan beginilah identitas Islam. Ketika orang kebingungan tidak mempunyai pedoman, pribadi mereka menunjukkan tuntunan yang jelas.
Rasulullah saw bersabda Al-ghuraba itu adalah :
"Mereka yang menambah sesuatu yang tidak dimiliki kebanyakan manusia lain."
Ketiga, sabda Rasulullah :
"Mereka menghidupkan kembali sunnahku setelah sunnahku dimatikan oleh manusia."
Ketika bid'ah menyebar ketengah-tengah masyarakat mereka mengajak umat kembali kedalam Al-quran dan Sunnah. Ketika beberapa ajaran Rasulullah sudah ditinggalkan, mereka tampilkan kembali ajaran Rasulullah saw. Dalam hubungan ini saya membacakan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Turmuji:
"Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang ayat ini, Wahai orang-orang yang beriman, pelihara dirimu; tidak akan memudharatkan kamu orang yang pepat apabila kamu berada dalam petunjuk."
Sahabat ini bertanya karena sebagian orang menganggap bahwa tidak usah memperhatikan orang lain, perhatikan sajalah diri kita sendiri. Asal kita berada dalam petunjuk tidak ada yang akan menyengsarakan kita.
"Maka berkatalah Rasulullah SAW, suruhlah orang berbuat Makruf dan laranglah berbuat jahat, sampai aku nanti mengalami suatu jaman ketika kebatilan diperturutkan orang, ketika hawa nafsu diikuti orang, dan ketika dunia dilebihjam atas akhirat dan setiap orang merasa kagum dengan pendapatnya sendiri. Maka peliharalah keistimewaan dirimu , jauhilah apa yang terbiasa dilakukan orang-orang awam, sebab dibelakang kamu itu akan ada jaman-jaman yang memerlukan kesabaran bagimu. Orang yang berpegang teguh pada agamanya dizaman itu seperti orang memegang bara. Orang yang beramal pada zaman itu akan diberi ganjaran seperti ganjaran lima puluh orang yang beramal seperti dia. "Aku bertanya ; Wahai Rasulullah apa mereka mempunyai ganjaran lima puluh kali ganjaran orang dizaman mereka ? Jawab Rasulullah, "Tidak, mereka memperoleh ganjaran lima puluh kali ganjaran kamu yang ada sekarang ini."
Disini Rasulullah menunjukkan bahwa akan datang suatu zaman ketika orang memegang agama dianggap aneh, dianggap ghuraba, sehingga lantaran keanehannya ia seperti memegang bara ditangannya. Bila dilepaskan bara itu akan padam, bila dipegang bara itu akan menyengat dirinya. Orang yang mempertahankan keyakinannya, orang yang ini memelihara kebersihan pribadinya, orang yang ingin memelihara Sunnah Rasulullah yang sudah mati, ia hidup seperti memegang bara, dia selalu dalam keadaan panas. Karena itu pantaslah kalau kata Rasulullah, amal orang-orang yang seperti itu akan dilipatgandakan ganjarannya seperti lima puluh kali ganjaran sahabat-sahabat Rasulullah saw.
Islam memanggil umatnya sekarang ini untuk tampil sebagai ghuraba , untuk menjadi para pembaharu , untuk menjadi orang yang memperbaiki masyarakat ketika masyarakat sudah rusak, orang yang mau memelihara kebersihan dirinya ketika kekotoran sudah dianggap sebagai kebudayaan, orang yang melengkapi yang kurang; memenuhi yang hilang, yang mau memelihara agamanya walaupun ia harus merasa seperti memegang bara ditangannya. Sebab , walaupun kelompok ghuraba ini kecil, ia akan berpengaruh besar di masyarakat sekitarnya. Kalau kelompok ghuraba ini telah hilang. Hilanglah sudah peluang bagi masyarakat untuk memperbaharui dirinya . Allah SWT berfirman :
"Andaikan dahulu sebelum kamu ada orang-orang yang memiliki keistimewaan, yang mampu mencegah umat dari kerusakan dibumi, tentu tidak akan terjadi kebinasaan umat yang terdahulu.
Sayang, "Firman Allah" hanya sedikit saja orang yang mau berbuat itu, yaitu golongan yang kamu selamatkan diantara mereka. Adapun orang-orang yang zhalim akan mengikuti orang-orang yang berbuat kemewahan dimuka bumi. Dan mereka berbuat dosa. Dan Tuhan mu tidak akan membinasakan satu negeri dengan kezhaliman, adalah ditengah-tengah masyarakat itu ada kelompok yang memperbaiki masyarakat itu "
(Qs 11:116-117).
Tentang Ghuroba ini penulis teringat dengan nasyid dari Sa’ad al Ghamidi. Para aktivis Islam era-80-90an mengenal beliau selain sebagai seorang Qari` yang cukup digemari juga adalah seorang munsyid, dengan nasyid bertema jihadi dan tanpa alat musik. Dimana salah satu judul nasyidnya adalah "Ghuroba" dimana nasyid tersebut yang selalu membuat hati tergetar dan rindu dengan suasana keislaman
Berikut liriknya :
Ghurabaa`, ghurabaa`,
ghurabaaa` ghurabaa`
Ghurabaa`, ghurabaa`,
ghurabaaa` ghurabaa`
Ghurabaa` wa li ghairillaahi laa nahnil jibaa
Ghurabaa` war tadhainaa haa syi’aaran lil hayaah
Ghurabaa` wa li ghairillaahi laa nahnil jibaa
Ghurabaa` war tadhainaa haa syi’aaran lil hayaah
Ghurabaa`, dan kepada selain Allah mereka takkan menunduk
Ghurabaa`, dan mereka telah rela Ghurabaa` sebagai syi’ar dalam kehidupan
Ghurabaa`, dan kepada selain Allah mereka takkan menunduk
Ghurabaa`, dan mereka telah rela Ghurabaa` sebagai syi’ar dalam kehidupan
In tasal ‘anna fa inna laa nubaali bith-thughaat
Nahnu jundullaahi dauman darbunaa darbul-ubaa
In tasal ‘anna fa inna laa nubaali bith-thughaat
Nahnu jundullaahi dauman darbunaa darbul-ubaa
Jika engkau bertanya tentang kami, maka kami tak peduli terhadap para taghut
Kami adalah tentara Allah selamanya, jalan kami adalah jalan yang sudah tersedia
Jika engkau bertanya tentang kami, maka kami tak peduli terhadap para taghut
Kami adalah tentara Allah selamanya, jalan kami adalah jalan yang sudah tersedia
Lan nubaali bil quyuud, bal sanamdhii lil khuluud
Lan nubaali bil quyuud, bal sanamdhii lil khuluud
Fal nujaahid wa nunaadhil wa nuqaatil min jadiid
Ghurabaa` hakadzal ahraaru fii dunyal ‘abiid
Fal nujaahid wa nunaadhil wa nuqaatil min jadiid
Ghurabaa` hakadzal ahraaru fii dunya-al ‘abiid
Kami tak peduli terhadap rantai para taghut, sebaliknya kami akan terus berjuang
Kami tak peduli terhadap rantai para taghut, sebaliknya kami akan terus berjuang
Maka marilah kita berjihad, dan berperang, dan berjuang dari sekarang
Ghurabaa`, dengan itulah mereka merdeka dari dunia yang hina
Maka marilah kita berjihad, dan berperang, dan berjuang dari sekarang
Ghurabaa`, dengan itulah mereka merdeka dari dunia yang hina
Kam tadzaakarnaa zamaanan yauma kunna su’adaa`
Bi kitaabillaahi natluu-hu shabaahan wa masaa`
Kam tadzaakarnaa zamaanan yauma kunna su’adaa`
Bi kitaabillaahi natluu-hu shabaahan wa masaa`
Betapa sering saat kita mengenang hari-hari bahagia kita
Dengan Kitabullah kita membaca, di pagi hari dan di sore hari
Betapa sering saat kita mengenang hari-hari bahagia kita
Dengan Kitabullah kita membaca, di pagi hari dan di sore hari
Qaala Rasulullahi Shallallaahu ‘alaihi was Sallam
Bada-al Islamu ghariiban wa saya’uudu ghariiban kamaa bada-a
Fathuuba lil ghurabaa`
Bersabda Rasulullah Sallallahu ‘alaihi was Sallam
Islam itu bermula dari asing, dan akan kembali asing seperti mulanya
Maka beruntunglah orang-orang yang asing
Dikutip : dari beberapa sumber
Pertama
Hadts-hadits yang menerangkan keterasingan Islam.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda.
"Artinya : Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba)" [Diriwayatkan oleh Muslim 2/175-176 -An-Nawawiy]
Pada hari kita memerlukan ghuraba, orang-orang asing yang ingin memperbaiki masyarakat di sekitarnya ketika orang lain datang dan mengatakan bahwa korupsi sekarang merupakan kebudayaan masyarakat . Kita memerlukan orang-orang tabah untuk hidup tanpa melakukan korupsi sama sekali . Para ahli fikih menyebut dengan satu istilah yang bagus sekali. "Dia suci dalam dirinya dan juga berusaha menyucikan orang lain."
Pribadinya bersih dan dia berusaha membersihkan orang lain . Tingkah lakunya indah dan ia berusaha mengindahkan tingkah laku orang lain. Ditengah-tengah orang yang sudah menganggap moralitas yang rusak sebagai ciri modern, orang yang mempertahankan moralitasnya merupakan orang yang dianggap aneh . Ditengah-tengah kebiasaan melanggar norma yang berlaku, orang yang kelihatan bertahan kepada norma dengan seluruh keyakinannya akan dianggap aneh. Orang-orang yang berlomba-lomba menumpuk kekayaan sementara ia mempertahankan kesederhanaannya karena ingin memelihara kebersihan dirinya, maka sering ia dianggap aneh oleh orang disekitarnya. Tetapi marilah kita ingatkan kembali :
"Berbahagia benar orang-orang yang aneh seperti itu."
Kedua, Rasulullah saw bersabda:
"Mereka mengisi apa yang hilang; mereka melengkapi apa yang ganjil; mereka memenuhi apa yang kosong."
Didalam masyarakat, kita sering mencari orang yang kuat keyakinannya. Kadang-kadang kita meraba-raba siapa yang patut dijadikan contoh dalam kehidupan ini. Ghuraba biasanya tampil sebagai manusia model, manusia yang bisa dicontoh karena kebersihan dan kesucian pribadinya ditengah-tengah berkecamuknya kemunafikan, ditengah-tengah usaha untuk menjilat keatas dan memeras kebawah. Kalau kita melihat ada orang yang berjalan diatas rel yang benar dan tetap menyampaikan apa yang benar itu benar, dan apa yang salah itu salah, tanpa memperdulikan resiko yang dihadapinya rasanya ada semacam kekuatan ditengah-tengah keausan bimbingan dalam diri kita. Masih ada bintang ditengah-tengah gelapnya malam. Orang itu biasanya mengisi apa yang hilang ditengah-tengah masyarakat. Ketika orang kehilangan identitas, mereka menunjukkan beginilah identitas Islam. Ketika orang kebingungan tidak mempunyai pedoman, pribadi mereka menunjukkan tuntunan yang jelas.
Rasulullah saw bersabda Al-ghuraba itu adalah :
"Mereka yang menambah sesuatu yang tidak dimiliki kebanyakan manusia lain."
Ketiga, sabda Rasulullah :
"Mereka menghidupkan kembali sunnahku setelah sunnahku dimatikan oleh manusia."
Ketika bid'ah menyebar ketengah-tengah masyarakat mereka mengajak umat kembali kedalam Al-quran dan Sunnah. Ketika beberapa ajaran Rasulullah sudah ditinggalkan, mereka tampilkan kembali ajaran Rasulullah saw. Dalam hubungan ini saya membacakan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Turmuji:
"Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang ayat ini, Wahai orang-orang yang beriman, pelihara dirimu; tidak akan memudharatkan kamu orang yang pepat apabila kamu berada dalam petunjuk."
Sahabat ini bertanya karena sebagian orang menganggap bahwa tidak usah memperhatikan orang lain, perhatikan sajalah diri kita sendiri. Asal kita berada dalam petunjuk tidak ada yang akan menyengsarakan kita.
"Maka berkatalah Rasulullah SAW, suruhlah orang berbuat Makruf dan laranglah berbuat jahat, sampai aku nanti mengalami suatu jaman ketika kebatilan diperturutkan orang, ketika hawa nafsu diikuti orang, dan ketika dunia dilebihjam atas akhirat dan setiap orang merasa kagum dengan pendapatnya sendiri. Maka peliharalah keistimewaan dirimu , jauhilah apa yang terbiasa dilakukan orang-orang awam, sebab dibelakang kamu itu akan ada jaman-jaman yang memerlukan kesabaran bagimu. Orang yang berpegang teguh pada agamanya dizaman itu seperti orang memegang bara. Orang yang beramal pada zaman itu akan diberi ganjaran seperti ganjaran lima puluh orang yang beramal seperti dia. "Aku bertanya ; Wahai Rasulullah apa mereka mempunyai ganjaran lima puluh kali ganjaran orang dizaman mereka ? Jawab Rasulullah, "Tidak, mereka memperoleh ganjaran lima puluh kali ganjaran kamu yang ada sekarang ini."
Disini Rasulullah menunjukkan bahwa akan datang suatu zaman ketika orang memegang agama dianggap aneh, dianggap ghuraba, sehingga lantaran keanehannya ia seperti memegang bara ditangannya. Bila dilepaskan bara itu akan padam, bila dipegang bara itu akan menyengat dirinya. Orang yang mempertahankan keyakinannya, orang yang ini memelihara kebersihan pribadinya, orang yang ingin memelihara Sunnah Rasulullah yang sudah mati, ia hidup seperti memegang bara, dia selalu dalam keadaan panas. Karena itu pantaslah kalau kata Rasulullah, amal orang-orang yang seperti itu akan dilipatgandakan ganjarannya seperti lima puluh kali ganjaran sahabat-sahabat Rasulullah saw.
Islam memanggil umatnya sekarang ini untuk tampil sebagai ghuraba , untuk menjadi para pembaharu , untuk menjadi orang yang memperbaiki masyarakat ketika masyarakat sudah rusak, orang yang mau memelihara kebersihan dirinya ketika kekotoran sudah dianggap sebagai kebudayaan, orang yang melengkapi yang kurang; memenuhi yang hilang, yang mau memelihara agamanya walaupun ia harus merasa seperti memegang bara ditangannya. Sebab , walaupun kelompok ghuraba ini kecil, ia akan berpengaruh besar di masyarakat sekitarnya. Kalau kelompok ghuraba ini telah hilang. Hilanglah sudah peluang bagi masyarakat untuk memperbaharui dirinya . Allah SWT berfirman :
"Andaikan dahulu sebelum kamu ada orang-orang yang memiliki keistimewaan, yang mampu mencegah umat dari kerusakan dibumi, tentu tidak akan terjadi kebinasaan umat yang terdahulu.
Sayang, "Firman Allah" hanya sedikit saja orang yang mau berbuat itu, yaitu golongan yang kamu selamatkan diantara mereka. Adapun orang-orang yang zhalim akan mengikuti orang-orang yang berbuat kemewahan dimuka bumi. Dan mereka berbuat dosa. Dan Tuhan mu tidak akan membinasakan satu negeri dengan kezhaliman, adalah ditengah-tengah masyarakat itu ada kelompok yang memperbaiki masyarakat itu "
(Qs 11:116-117).
Tentang Ghuroba ini penulis teringat dengan nasyid dari Sa’ad al Ghamidi. Para aktivis Islam era-80-90an mengenal beliau selain sebagai seorang Qari` yang cukup digemari juga adalah seorang munsyid, dengan nasyid bertema jihadi dan tanpa alat musik. Dimana salah satu judul nasyidnya adalah "Ghuroba" dimana nasyid tersebut yang selalu membuat hati tergetar dan rindu dengan suasana keislaman
Berikut liriknya :
Ghurabaa`, ghurabaa`,
ghurabaaa` ghurabaa`
Ghurabaa`, ghurabaa`,
ghurabaaa` ghurabaa`
Ghurabaa` wa li ghairillaahi laa nahnil jibaa
Ghurabaa` war tadhainaa haa syi’aaran lil hayaah
Ghurabaa` wa li ghairillaahi laa nahnil jibaa
Ghurabaa` war tadhainaa haa syi’aaran lil hayaah
Ghurabaa`, dan kepada selain Allah mereka takkan menunduk
Ghurabaa`, dan mereka telah rela Ghurabaa` sebagai syi’ar dalam kehidupan
Ghurabaa`, dan kepada selain Allah mereka takkan menunduk
Ghurabaa`, dan mereka telah rela Ghurabaa` sebagai syi’ar dalam kehidupan
In tasal ‘anna fa inna laa nubaali bith-thughaat
Nahnu jundullaahi dauman darbunaa darbul-ubaa
In tasal ‘anna fa inna laa nubaali bith-thughaat
Nahnu jundullaahi dauman darbunaa darbul-ubaa
Jika engkau bertanya tentang kami, maka kami tak peduli terhadap para taghut
Kami adalah tentara Allah selamanya, jalan kami adalah jalan yang sudah tersedia
Jika engkau bertanya tentang kami, maka kami tak peduli terhadap para taghut
Kami adalah tentara Allah selamanya, jalan kami adalah jalan yang sudah tersedia
Lan nubaali bil quyuud, bal sanamdhii lil khuluud
Lan nubaali bil quyuud, bal sanamdhii lil khuluud
Fal nujaahid wa nunaadhil wa nuqaatil min jadiid
Ghurabaa` hakadzal ahraaru fii dunyal ‘abiid
Fal nujaahid wa nunaadhil wa nuqaatil min jadiid
Ghurabaa` hakadzal ahraaru fii dunya-al ‘abiid
Kami tak peduli terhadap rantai para taghut, sebaliknya kami akan terus berjuang
Kami tak peduli terhadap rantai para taghut, sebaliknya kami akan terus berjuang
Maka marilah kita berjihad, dan berperang, dan berjuang dari sekarang
Ghurabaa`, dengan itulah mereka merdeka dari dunia yang hina
Maka marilah kita berjihad, dan berperang, dan berjuang dari sekarang
Ghurabaa`, dengan itulah mereka merdeka dari dunia yang hina
Kam tadzaakarnaa zamaanan yauma kunna su’adaa`
Bi kitaabillaahi natluu-hu shabaahan wa masaa`
Kam tadzaakarnaa zamaanan yauma kunna su’adaa`
Bi kitaabillaahi natluu-hu shabaahan wa masaa`
Betapa sering saat kita mengenang hari-hari bahagia kita
Dengan Kitabullah kita membaca, di pagi hari dan di sore hari
Betapa sering saat kita mengenang hari-hari bahagia kita
Dengan Kitabullah kita membaca, di pagi hari dan di sore hari
Qaala Rasulullahi Shallallaahu ‘alaihi was Sallam
Bada-al Islamu ghariiban wa saya’uudu ghariiban kamaa bada-a
Fathuuba lil ghurabaa`
Bersabda Rasulullah Sallallahu ‘alaihi was Sallam
Islam itu bermula dari asing, dan akan kembali asing seperti mulanya
Maka beruntunglah orang-orang yang asing
Dikutip : dari beberapa sumber
Friday, 28 October 2011
PERAN PEMUDA DALAM PEMBANGUNAN
Pemuda adalah generasi emas suatu bangsa. Maka dari itu bangsa bisa berkembang dengan baik bisa dilihat dari para pemudanya. Maka dari itu peran pemuda dalam pembangunan bangsa merupakan sangat penting. Karena itu pemuda harus berusaha sekuat tenaga menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk kemajuan bangsa ini.
Di Indonesia sendiri peran pemuda dalam pembangunan sangat diperhatikan dan diharapkan dapat membawa pembangunan yang besar bagi bangsa Indonesia ini bisa dilihat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor.40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, disebutkan bahwa tujuan pembangunan kepemudaan, yakni terwujudnya pemuda yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis, bertanggung jawab, berdaya saing, serta memiliki jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan dan kebangsaan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pembangunan kepemudaan, dilaksanakan dalam bentuk pelayanan kepemudaan (Pasal 4, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor.40 Tahun 2009). Pelayanan kepemudaan, adalah penyadaran, pemberdayaan dan pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan, serta kepeloporan pemuda (Pasal 1, angka 4). Fasilitasi pengembangan kepemudaan, meliputi pendidikan, pelatihan, pengaderan, pembimbingan, pendampingan dan forum kepemimpinan pemuda (Pasal 26, angka 3).
Selain itu Pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Peran aktif pemuda sebagai kekuatan moral diwujudkan dengan menumbuhkembangkan aspek etik dan moralitas dalam bertindak pada setiap dimensi kehidupan kepemudaan, memperkuat iman dan takwa serta ketahanan mental-spiritual, dan meningkatkan kesadaran hukum. Sebagai kontrol sosial diwujudkan dengan memperkuat wawasan kebangsaan, membangkitkan kesadaran atas tanggungjawab, hak, dan kewajiban sebagai warga negara, membangkitkan sikap kritis terhadap lingkungan dan penegakan hukum, meningkatkan partisipasi dalam perumusan kebijakan publik, menjamin transparansi dan akuntabilitas publik, dan memberikan kemudahan akses informasi.
Sedangkan pemuda sebagai agen perubahan diwujudkan dengan mengembangkan pendidikan politik dan demokratisasi, sumberdaya ekonomi, kepedulian terhadap masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi, olahraga, seni, dan budaya, kepedulian terhadap lingkungan hidup, pendidikan kewirausahaan, serta kepemimpinan dan kepeloporan pemuda.
Di Indonesia sendiri peran pemuda dalam pembangunan sangat diperhatikan dan diharapkan dapat membawa pembangunan yang besar bagi bangsa Indonesia ini bisa dilihat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor.40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, disebutkan bahwa tujuan pembangunan kepemudaan, yakni terwujudnya pemuda yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis, bertanggung jawab, berdaya saing, serta memiliki jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan dan kebangsaan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pembangunan kepemudaan, dilaksanakan dalam bentuk pelayanan kepemudaan (Pasal 4, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor.40 Tahun 2009). Pelayanan kepemudaan, adalah penyadaran, pemberdayaan dan pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan, serta kepeloporan pemuda (Pasal 1, angka 4). Fasilitasi pengembangan kepemudaan, meliputi pendidikan, pelatihan, pengaderan, pembimbingan, pendampingan dan forum kepemimpinan pemuda (Pasal 26, angka 3).
Selain itu Pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Peran aktif pemuda sebagai kekuatan moral diwujudkan dengan menumbuhkembangkan aspek etik dan moralitas dalam bertindak pada setiap dimensi kehidupan kepemudaan, memperkuat iman dan takwa serta ketahanan mental-spiritual, dan meningkatkan kesadaran hukum. Sebagai kontrol sosial diwujudkan dengan memperkuat wawasan kebangsaan, membangkitkan kesadaran atas tanggungjawab, hak, dan kewajiban sebagai warga negara, membangkitkan sikap kritis terhadap lingkungan dan penegakan hukum, meningkatkan partisipasi dalam perumusan kebijakan publik, menjamin transparansi dan akuntabilitas publik, dan memberikan kemudahan akses informasi.
Sedangkan pemuda sebagai agen perubahan diwujudkan dengan mengembangkan pendidikan politik dan demokratisasi, sumberdaya ekonomi, kepedulian terhadap masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi, olahraga, seni, dan budaya, kepedulian terhadap lingkungan hidup, pendidikan kewirausahaan, serta kepemimpinan dan kepeloporan pemuda.
Subscribe to:
Posts (Atom)